Sabtu, 02 Mei 2015
Teknologi 3D "Kacamata dan Film 3D"
Kacamata 3D
Kacamata 3D adalah kacamata yang membuat gambar pada film seperti adegan 3 dimensi yang terjadi tepat didepan pemakainya. Dengan objek yang keluar masuk layar dan seolah menuju ke arah pemakainya, membuat pemakainya merasa menjadi bagian dari adegan film 3D tersebut. Adapun yang menjadi prinsip dasar dari teknologi 3D, yaitu Binocular Vision (Penglihatan Binokular).
Binocular berasal dari dua kata bahasa Latin, bini untuk ganda, dan oculus untuk mata. Binokular adalah alat yang dipegang dengan tangan dan dipakai untuk membesarkan benda jauh dengan melewati tampilan dua rentetan lensa dan prisma yang berdampingan. Prisma dipergunakan untuk mengembalikan tampilan dan memanfaatkan cahaya lewat refleksi internal total. Binokular menghasilkan bayangan yang benar dan tidak terbali seperti teleskop. Dapat dikatakan binokular adalah dua teleskop yang dijadikan satu menghasilkan penglihatan 3 dimensi bagi pemakainya.
Manusia lahir dengan dua buah mata dan sistem penglihatan binokulas yang sangat luar biasa. Untuk objek dengan jarak lebih dari 20 kaki (6 sampai 7 meter), sistem binokular membuat kita mudah menentukan seberapa jauh jarak objek tersebut secara akurat. Sebagai contoh, jika ada beberapa objek didepan, kita akan dengan mudah mengetahui objek mana yang lebih jauh dan objek mana yang lebih dekat, serta seberapa jauhnya objek tersebut dengan kita. Namun apabila salah satu mata ditutup, maka kita akan tetap bisa memperkirakan jarak, hanya saja keakuratan perkiraan jarak akan menurun.
Sistem penglihatan binokular berdasarkan pada kenyataan bahwa dua mata kita terpisah dengan jarak 2 inch (5 cm). Dengan demikian setiap mata melihat dunia dari perspektif yang sedikit berbeda dan otak menggunakan perbedaan tersebut untuk menghitung jarak secara akurat. Otak memiliki kemampuan untuk mengkorelasikan dan memperkirakan posisi, jarak, bahkan kecepatan suatu benda melalui data yang diperoleh dari sistem binokular mata.
Oleh karena itulah untuk menonton film 3D diperlukan memakai kacamata 3D untuk mengumpan gambar yang berbeda pada mata. Layar sesungguhnya menampilkan dua gambar, dan kacamata menyebabkan satu gambar masuk ke satu mata, dan gambar lainnya masuk ke mata yang satunya. Kacamata 3D dikategorikan menjadi dua, yaitu pasif dan aktif. Kacamata 3D aktif berinteraksi secara nirkabel dengan gambar pada layar untuk meningkatkan tampilan 3D, sedangkan kacamata pasif tidak, kacamata pasif dibagi dua subkategori utama, yaitu kacamata anaglyphic(sistem warna merah/hijau atau merah/biru) dan kacamata terpolarisasi.
a. Sistem Warna Merah/Hijau atau Merah/Biru (Anaglyphic)
Kacamata ini digunakan untuk televisi efek 3D dan di banyak film 3D. dalam sistem ini, dua gambar yang ditampilkan pada layar, satu merah dan lainnya dengan warna hijau atau biru. Filter pada kacamata hanya mengizinkan satu gambar untuk masuk ke setiap mata, dan otak kita melakukan sisanya. Di layar, dua gambar didominasi merah dan hijau atau biru diproyeksikan dengan menggunakan proyektor tunggal. Penonton diberi kacamata 3D dengan satu lensa merah dan biru atau hijau lainnya tergantung pada warna film. Bagian merah dari gambar terhalang oleh lensa hijau dan sebaliknya. Ini memungkinkan dua retina untuk membentuk dua gambar yang berbeda dan karenanya ilusi optik kedalaman diciptakan.
Namun, warna penyaringan oleh lensa terdistorsi warna akhir dan banyak diantara penonton menonton film 3D mengeluh sakit kepala dan mual. Kualitas gambar juga rendah tidak sebagus sistem polarisasi.
b. Sistem Polarisasi
Dua proyektor disinkronkan pada proyek dua pandanagn masing – masing ke layar, masing- masing dengan polarisasi yang berbeda. Kacamata hanya mengizinkan salah satu gambar ke setiap mata karena mengandung lensa dengan polarisasi yang berbeda. Kacamata terpolarisasi pasif beroperasi atas dasar yang sama seperti kacamata anaglyphic, hanya saja kacamata ini lebih kepada menyaring gelombang cahaya daripada warna. Satu lagi, dua gambar yang identik dan sedikit tumpang tindih, kecuali dalam hal ini setiap gambar terpolarisasi untuk memproyeksikan cahaya yang berbeda dari yang lain.
Dengan kacamata 3D terpolarisasi, setiap mata hanya memproses satu gambar sehingga pikiran kita tertipu untuk memadukan dua gambmar menjadi satu, menciptakan pengalaman menakjubkan 3D. berbeda dengan 3D anaglyphic, yang dapat diproyeksikan dari layar manapun, 3D polarisasi bekerja lebih baik dengan layar yang dapat menyampaikan frekuensi tanpa pengorbanan kualitas gambar.
Film 3D
Sekitar 57 tahun yang lalu, tepatnya pada bulan Desember 1952, dimulai trend film 3D dibioskop. Namun hanya dalam dua tahun, trend tersebut menghilang, terutama karena masalah teknik yang digunakan. Efek 3D tidak terlalu mengesankan, yang terlihat hanyalah gambar bayang – bayang apabila kepala sedikit bergerak. Bahkan, banyak penonton yang sakit kepala saat melihat tayangan 3D tersebut. Pada bioskop – bioskop Imax, efek 3D memang masih ada, namun hanya untuk film – film pendek. Tidak ada untuk feature film yang berdurasi 90 menit atau lebih.
Teknisnya, prinsip dasar yang menjadi basis untuk sebuah film 3D adalah reproduksi gambar secara stereoscopic. Artinya gambar – gambar ditampilkan secara berpasangan, terpisah untuk masing – masing mata. Gambar – gambar ini harus diposisikan secara proporsional satu sama lain sehingga dari kedua gambar yang berbeda tadi terbentuk efek gambar tida dimensi di benak penonton. Sebuah kacamata khusus diperlukan agar mata lebih optimal menangkap efek gambar tiga dimensi tersebut.
Teknologi 3D
1. XPAND
Hanya bekerja dengan sebuah proyektor dan lensa pengatur cahaya. Dengan mengurangi cahaya pada salah satu mata secara sinkron, tidak ada risiko saat mata kiri harus melihat gambar untuk mata yang kanan. Pemisahan tegas ini menghemat biaya teknis yang diperlukan pada sistem-sistem yang lain. Sebuah layar khusus tidak diperlukan. Namun, bioskop harus menyediakan kacamata yang mahal karena harus menggunakan baterai tersendiri dan berfungsi dalam waktu tertentu saja. Setelah itu, kacamata harus diganti.
Teknologi ini dulunya bernama nuvision dan bekerja dengan sebuah lensa pengatur
cahaya dan proyektor. Gambar diproyeksikan secara bergantian untuk mata kiri dan kanan. Lensa pengatur cahaya yang dikendalikan melalui inframerah dan dioperasikan dengan baterai akan mengurangi cahaya pada masing-masing mata, terutama pada saat sebuah gambar tidak harus terlihat oleh mata tersebut. Lantaran bekerja tanpa polarisasi, teknologi ini dapat menggunakan jenis layar apa saja.
+Tidak pakai layar perak
- Kacamata mahal
2. REAL D
Melakukan polarisasi cahaya dan membutuhkan sebuah layar khusus yang dilapisi dengan perak. Layar putih biasa akan menganggu polarisasi karena cahaya menyebar saat terjadi refleksi cahaya. Sebuah Z-Filter yang berputar akan memaksa cahaya masuk ke sebuah struktur gelombang berbentuk spiral yang berbeda untuk setiap mata. Kacamata pasif hanya melewatkan gelombang cahaya yang sesuai untuk masing-masing mata. Pada teknik Real D, setiap frame seluloid ditampilkan selama tiga kali per detik untuk masing-masing mata sehingga tidak terjadi flicker yang memutar hingga 144 gambar per detik. Pada prinsipnya, setiap DLP proyektor 144 Hz dapat diubah menjadi sebuah sistem Real D. Kelebihannya, lantaran menggunakan struktur gelombang sirkular, kualitas efek 3D tidak akan menurun meskipun kepala dan pandangan kita dimiringkan.
Proyektor akan menampilkan gambar secara bergantian melalui Z-Filter ke sebuah layar perak. Proyektor ini akan mengubah cahaya untuk masing-masing mata dengan menggunakan polarisasi sirkular. Kacamata hanya untuk melewatkan cahaya yang sesuai.
+ Kepala boleh miring
- Memerlukan layar perak
3. DOLBY 3D DIGITAL CINEMA
Menampilkan gambar-gambar yang terpisah untuk masing-masing mata secara
bergantian. Namun, teknik ini memisahkan gambar dengan cara mengubah panjang gelombang cahaya. Untuk penyesuaian panjang gelombang tersebut, digunakan sebuah color filter wheel yang telah disinkronsasi. Kacamata khusus hanya melewatkan
gelombang cahaya yang ditentukan untuk masing-masing mata dan yang dihasilkan oleh color filter wheel. Lantaran tidak menggunakan teknik polarisasi, tidak dibutuhkan layar perak. Selain itu, color filter wheel juga mengesampingkan sebuah proyektor tambahan. Namun, teknik dan kacamata ini sangat mahal.
Sebuah color filter yang berputar akan mengganti panjang gelombang pada gambar- gambar yang diputar secara bergantian untuk masing-masing mata. Sebuah kacamata interferensi akan menyaring semua panjang gelombang, kecuali yang sengaja dihasilkan untuk masing-masing mata.
+ Tidak harus menggunakan layar perak
- Perlengkapan mahal
4. DOUBLE PROJECTION
Teknik yang diterapkan pada bioskop-bioskop Imax. Membutuhkan dua proyektor yang masing-masing menampilkan gambar untuk mata kiri dan mata kanan. Di sini, cahaya juga dipolarisasi, namun melalui sebuah filter linear. Namun, efek 3D tidak akan terasa begitu kita memiringkan kepala. Selain itu, diperlukan sebuah layar perak. Keuntungan terbesarnya dengan dua proyektor ini adalah penggunaan dua proyektor akan menghasilkan brightness yang memadai untuk layar yang besar.
5. 3D Home Theater
Inovasi yang akan hadir selanjutnya lantaran teknologi untuk menampilkan film 3D masih begitu mahal, produsen proyektor home theater masih menahan diri. Saat ini, belum ada produk dengan teknologi yang telah diulas tadi ditawarkan dengan harga yang terjangkau. Namun, Pixar, DreamWorks dan banyak studio film lainnya akan segera mengeluarkan lebih banyak film 3D. Semuanya hanyalah masalah waktu, sampai salah satu dari keempat teknologi 3D ini merambah home theater.Kacamata 3D
Kacamata 3D adalah kacamata yang membuat gambar pada film seperti adegan 3 dimensi yang terjadi tepat didepan pemakainya. Dengan objek yang keluar masuk layar dan seolah menuju ke arah pemakainya, membuat pemakainya merasa menjadi bagian dari adegan film 3D tersebut. Adapun yang menjadi prinsip dasar dari teknologi 3D, yaitu Binocular Vision (Penglihatan Binokular).
Binocular berasal dari dua kata bahasa Latin, bini untuk ganda, dan oculus untuk mata. Binokular adalah alat yang dipegang dengan tangan dan dipakai untuk membesarkan benda jauh dengan melewati tampilan dua rentetan lensa dan prisma yang berdampingan. Prisma dipergunakan untuk mengembalikan tampilan dan memanfaatkan cahaya lewat refleksi internal total. Binokular menghasilkan bayangan yang benar dan tidak terbali seperti teleskop. Dapat dikatakan binokular adalah dua teleskop yang dijadikan satu menghasilkan penglihatan 3 dimensi bagi pemakainya.
Manusia lahir dengan dua buah mata dan sistem penglihatan binokulas yang sangat luar biasa. Untuk objek dengan jarak lebih dari 20 kaki (6 sampai 7 meter), sistem binokular membuat kita mudah menentukan seberapa jauh jarak objek tersebut secara akurat. Sebagai contoh, jika ada beberapa objek didepan, kita akan dengan mudah mengetahui objek mana yang lebih jauh dan objek mana yang lebih dekat, serta seberapa jauhnya objek tersebut dengan kita. Namun apabila salah satu mata ditutup, maka kita akan tetap bisa memperkirakan jarak, hanya saja keakuratan perkiraan jarak akan menurun.
Sistem penglihatan binokular berdasarkan pada kenyataan bahwa dua mata kita terpisah dengan jarak 2 inch (5 cm). Dengan demikian setiap mata melihat dunia dari perspektif yang sedikit berbeda dan otak menggunakan perbedaan tersebut untuk menghitung jarak secara akurat. Otak memiliki kemampuan untuk mengkorelasikan dan memperkirakan posisi, jarak, bahkan kecepatan suatu benda melalui data yang diperoleh dari sistem binokular mata.
Oleh karena itulah untuk menonton film 3D diperlukan memakai kacamata 3D untuk mengumpan gambar yang berbeda pada mata. Layar sesungguhnya menampilkan dua gambar, dan kacamata menyebabkan satu gambar masuk ke satu mata, dan gambar lainnya masuk ke mata yang satunya. Kacamata 3D dikategorikan menjadi dua, yaitu pasif dan aktif. Kacamata 3D aktif berinteraksi secara nirkabel dengan gambar pada layar untuk meningkatkan tampilan 3D, sedangkan kacamata pasif tidak, kacamata pasif dibagi dua subkategori utama, yaitu kacamata anaglyphic(sistem warna merah/hijau atau merah/biru) dan kacamata terpolarisasi.
a. Sistem Warna Merah/Hijau atau Merah/Biru (Anaglyphic)
Kacamata ini digunakan untuk televisi efek 3D dan di banyak film 3D. dalam sistem ini, dua gambar yang ditampilkan pada layar, satu merah dan lainnya dengan warna hijau atau biru. Filter pada kacamata hanya mengizinkan satu gambar untuk masuk ke setiap mata, dan otak kita melakukan sisanya. Di layar, dua gambar didominasi merah dan hijau atau biru diproyeksikan dengan menggunakan proyektor tunggal. Penonton diberi kacamata 3D dengan satu lensa merah dan biru atau hijau lainnya tergantung pada warna film. Bagian merah dari gambar terhalang oleh lensa hijau dan sebaliknya. Ini memungkinkan dua retina untuk membentuk dua gambar yang berbeda dan karenanya ilusi optik kedalaman diciptakan.
Namun, warna penyaringan oleh lensa terdistorsi warna akhir dan banyak diantara penonton menonton film 3D mengeluh sakit kepala dan mual. Kualitas gambar juga rendah tidak sebagus sistem polarisasi.
b. Sistem Polarisasi
Dua proyektor disinkronkan pada proyek dua pandanagn masing – masing ke layar, masing- masing dengan polarisasi yang berbeda. Kacamata hanya mengizinkan salah satu gambar ke setiap mata karena mengandung lensa dengan polarisasi yang berbeda. Kacamata terpolarisasi pasif beroperasi atas dasar yang sama seperti kacamata anaglyphic, hanya saja kacamata ini lebih kepada menyaring gelombang cahaya daripada warna. Satu lagi, dua gambar yang identik dan sedikit tumpang tindih, kecuali dalam hal ini setiap gambar terpolarisasi untuk memproyeksikan cahaya yang berbeda dari yang lain.
Dengan kacamata 3D terpolarisasi, setiap mata hanya memproses satu gambar sehingga pikiran kita tertipu untuk memadukan dua gambmar menjadi satu, menciptakan pengalaman menakjubkan 3D. berbeda dengan 3D anaglyphic, yang dapat diproyeksikan dari layar manapun, 3D polarisasi bekerja lebih baik dengan layar yang dapat menyampaikan frekuensi tanpa pengorbanan kualitas gambar.
Film 3D
Sekitar 57 tahun yang lalu, tepatnya pada bulan Desember 1952, dimulai trend film 3D dibioskop. Namun hanya dalam dua tahun, trend tersebut menghilang, terutama karena masalah teknik yang digunakan. Efek 3D tidak terlalu mengesankan, yang terlihat hanyalah gambar bayang – bayang apabila kepala sedikit bergerak. Bahkan, banyak penonton yang sakit kepala saat melihat tayangan 3D tersebut. Pada bioskop – bioskop Imax, efek 3D memang masih ada, namun hanya untuk film – film pendek. Tidak ada untuk feature film yang berdurasi 90 menit atau lebih.
Teknisnya, prinsip dasar yang menjadi basis untuk sebuah film 3D adalah reproduksi gambar secara stereoscopic. Artinya gambar – gambar ditampilkan secara berpasangan, terpisah untuk masing – masing mata. Gambar – gambar ini harus diposisikan secara proporsional satu sama lain sehingga dari kedua gambar yang berbeda tadi terbentuk efek gambar tida dimensi di benak penonton. Sebuah kacamata khusus diperlukan agar mata lebih optimal menangkap efek gambar tiga dimensi tersebut.
Teknologi 3D
1. XPAND
Hanya bekerja dengan sebuah proyektor dan lensa pengatur cahaya. Dengan mengurangi cahaya pada salah satu mata secara sinkron, tidak ada risiko saat mata kiri harus melihat gambar untuk mata yang kanan. Pemisahan tegas ini menghemat biaya teknis yang diperlukan pada sistem-sistem yang lain. Sebuah layar khusus tidak diperlukan. Namun, bioskop harus menyediakan kacamata yang mahal karena harus menggunakan baterai tersendiri dan berfungsi dalam waktu tertentu saja. Setelah itu, kacamata harus diganti.
Teknologi ini dulunya bernama nuvision dan bekerja dengan sebuah lensa pengatur
cahaya dan proyektor. Gambar diproyeksikan secara bergantian untuk mata kiri dan kanan. Lensa pengatur cahaya yang dikendalikan melalui inframerah dan dioperasikan dengan baterai akan mengurangi cahaya pada masing-masing mata, terutama pada saat sebuah gambar tidak harus terlihat oleh mata tersebut. Lantaran bekerja tanpa polarisasi, teknologi ini dapat menggunakan jenis layar apa saja.
+Tidak pakai layar perak
- Kacamata mahal
2. REAL D
Melakukan polarisasi cahaya dan membutuhkan sebuah layar khusus yang dilapisi dengan perak. Layar putih biasa akan menganggu polarisasi karena cahaya menyebar saat terjadi refleksi cahaya. Sebuah Z-Filter yang berputar akan memaksa cahaya masuk ke sebuah struktur gelombang berbentuk spiral yang berbeda untuk setiap mata. Kacamata pasif hanya melewatkan gelombang cahaya yang sesuai untuk masing-masing mata. Pada teknik Real D, setiap frame seluloid ditampilkan selama tiga kali per detik untuk masing-masing mata sehingga tidak terjadi flicker yang memutar hingga 144 gambar per detik. Pada prinsipnya, setiap DLP proyektor 144 Hz dapat diubah menjadi sebuah sistem Real D. Kelebihannya, lantaran menggunakan struktur gelombang sirkular, kualitas efek 3D tidak akan menurun meskipun kepala dan pandangan kita dimiringkan.
Proyektor akan menampilkan gambar secara bergantian melalui Z-Filter ke sebuah layar perak. Proyektor ini akan mengubah cahaya untuk masing-masing mata dengan menggunakan polarisasi sirkular. Kacamata hanya untuk melewatkan cahaya yang sesuai.
+ Kepala boleh miring
- Memerlukan layar perak
3. DOLBY 3D DIGITAL CINEMA
Menampilkan gambar-gambar yang terpisah untuk masing-masing mata secara
bergantian. Namun, teknik ini memisahkan gambar dengan cara mengubah panjang gelombang cahaya. Untuk penyesuaian panjang gelombang tersebut, digunakan sebuah color filter wheel yang telah disinkronsasi. Kacamata khusus hanya melewatkan
gelombang cahaya yang ditentukan untuk masing-masing mata dan yang dihasilkan oleh color filter wheel. Lantaran tidak menggunakan teknik polarisasi, tidak dibutuhkan layar perak. Selain itu, color filter wheel juga mengesampingkan sebuah proyektor tambahan. Namun, teknik dan kacamata ini sangat mahal.
Sebuah color filter yang berputar akan mengganti panjang gelombang pada gambar- gambar yang diputar secara bergantian untuk masing-masing mata. Sebuah kacamata interferensi akan menyaring semua panjang gelombang, kecuali yang sengaja dihasilkan untuk masing-masing mata.
+ Tidak harus menggunakan layar perak
- Perlengkapan mahal
4. DOUBLE PROJECTION
Teknik yang diterapkan pada bioskop-bioskop Imax. Membutuhkan dua proyektor yang masing-masing menampilkan gambar untuk mata kiri dan mata kanan. Di sini, cahaya juga dipolarisasi, namun melalui sebuah filter linear. Namun, efek 3D tidak akan terasa begitu kita memiringkan kepala. Selain itu, diperlukan sebuah layar perak. Keuntungan terbesarnya dengan dua proyektor ini adalah penggunaan dua proyektor akan menghasilkan brightness yang memadai untuk layar yang besar.
5. 3D Home Theater
Inovasi yang akan hadir selanjutnya lantaran teknologi untuk menampilkan film 3D masih begitu mahal, produsen proyektor home theater masih menahan diri. Saat ini, belum ada produk dengan teknologi yang telah diulas tadi ditawarkan dengan harga yang terjangkau. Namun, Pixar, DreamWorks dan banyak studio film lainnya akan segera mengeluarkan lebih banyak film 3D. Semuanya hanyalah masalah waktu, sampai salah satu dari keempat teknologi 3D ini merambah home theater.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar