Minggu, 03 Mei 2015

Ibnu al-Haitham

Sejarah mencatat salah satu peletak dasar ilmu fisika optik adalah sarjana Islam Ibnu al-Haitham atau yang dikenal di Barat dengan sebutan Alhazen, Avennathan atau Avenetan. Ilmuwan besar yang punya nama lengkap Abu Ali al-Hasan ibnu al-Haitham al-Basri al-Misri tersebut lahir di Basrah, Irak pada tahun 965 M. Beliau mengecao pendidikan di Basrah dan Baghdad, penguasaan matematikanya oleh Max Mayerhof, seorang sejarawan dianggap mengungguli Euclides dan Ptolemeus. Setelah selesai di kedua kota tersebut, Ibnu Haitham meneruskan pendidikannya di Mesir dan bekerja di bawah pemerintahan khalifah al-Hakim (996 – 1020 M) dari daulah Fathimiyah. Ia pun mengunjungi Spanyol untuk melengkapi beberapa karya ilmiahnya. Layaknya sarjana Islam lainnya, Ibnu Haitham atau Alhazen tidak hanya menguasai fisika, ilmu optik, namun juga filsafat, matematika dan obat – obatan atau farmakologi. Tidak kurang 200 karya ilmiah mengenai berbagai bidang itu dihasilkan Ibnun Haitham sepanjang hidupnya. Karya utamanya tentang optik, naskah aslinya yang berbahasa Arab hilang, namun telah terjemahannya dalam bahasa latin masih ditemukan. Ibnu Haitham mengoreksi konsep Ptolemeus dan Euclides tentang penglihatan. Menurut kedua ilmuwan Yunani tersebut, mata mengirimkan berkas – berkas cahaya visual ke objek penglihatan sehingga sebuah benda dapat terlihat. Sebaliknya, menurut Ibnu Haitham, retinalah pusat penglihatan dan benda bisa terlihat karena memantulkan sinar atau cahaya ke mata. Kesan yang ditimbulkan cahaya pada retina dibawa ke otak melalui saraf – saraf optik. Kepandaian matematis Ibnu Haitham terbukti ketika ia dengan sangat akurat menghitung ketinggian atmosfer bumi yaitu 58,5 mil. Dalam karyanya Mizanul Hikmah, Ibnu Haitham banyak mengurai tentang masalah atmosfer tersebut, terutama terkait dengan hubungan ketinggian atmosfer dengan meningkatnya kepadatan udara. Secara eksperimental, ia berhasil menguji berat benda meningkat dalam proporsinya pada kepadatan atmosfer yang bertambah. Beliau juga membicarakan masalah yang berhubungan dengan pusat gaya tarik bumi. Jauh sebelum Isaac Newton membahas masalah gravitasi, Ibnu Haitham telah membahasnya dan menjadikan pengetahuan tentang gravitasi tersebut untuk menyelidiki tentang keseimbangan dan alat – alat timbangan. Dalam kaitan itu pula, Ibnu Haitham mengurai dengan jelas hubungan antara gaya tarik bumi dengan pusat suspensi. Penjelasannya mengenai hubungan antara kecepatan, ruang dan saat jatuhnya benda – benda diyakini menjadii ilham bagi Newton untuk mengembangkan teori gravitasi. Selain masalah cahaya dan atmosfer, Ibnu Haitham juga banyak melakukan eksperimen mengenai camera obscura atau metode kamar gelap, gerak rektilinier cahaya, sifat bayangan, penggunaan lensa dan beberapa fenomena optikal lainnya. Metode kamar gelap atau camera obscura dilakukan Ibnu Haitham saat gerhana bulan terjadi. Kala itu, ia mengintip citra matahari yang setengah bulat pada sebuah dinding yang berhadapan dengan sebuah lubang kecil yang dibuat pada tirai penutup jendela. Untuk semua eksperimen lensa, Ibnu Haitham membuat sendiri lensa dan cermin cekung dengan menggunakan mesin bubut yang dimilikinya. Eksperimennya yang tergolong berhasil saat ia menemukan titik fokus sebagai tempat pembakaran terbaik. Saat itu, ia berhasil “mengawinkan” cermin – cermin bulat dan parabola. Semua sinar yang masuk dikonsentrasikan pada sebuah titik fokus sehingga menjadi titik bakar. Bukunya tentang optik, Kitab al-Manazir diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh F. Risner dan diterbitkan di Basle pada tahun 1572 M. Karyanya ini bersama karya – karya optik lainnya sangat mempengaruhi ilmuwan abad pertengahan seperti Roger Bacon, Johannes Keppler dan Pol Witello. Diyakini banyak karya – karya monumental dari mereka diilhami dari hasil eksperimen yang dilakukan Alhazen atau Ibnu Haitham. Menurut Philip K. Hitti, tulisan – tulisannya mengenai berbagai persoalan optik membuka jalan bagi para peneliti optik Barat di kemudian hari mengembangkan disiplin ilmu ini secara lebih luas. Semua karya itu diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa Eropa, termasuk Rusia dan Ibrani. Sejarawan terkemuka Amerika, George Sarton mengumpulkan karya – karya Ibnu Haitham dalam bukunya Introduction to Study of Science yang menjadi bacaan wajib bagi mereka yang mencintai ilmu. (Ahmad Fathonah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar